Ali bin Abi Thalib, sepupu
sekaligus menantu Nabi SAW, merupakan salah seorang sahabat yang diutamakan
karena ilmunya. Pengakuan itu muncul langsung dari Nabi SAW dengan sabda
beliau, “Ana madinatul ‘ilmi, wa ‘aliyyun baabuhaa”
Maksudnya
adalah : Saya (Nabi SAW) adalah kotanya ilmu, dan Ali adalah pintunya, yaitu
pintu dari kota
ilmu tersebut. Tentu yang dimaksud ‘ilmu’ tersebut khususnya ilmu agama dan
tentang alam akhirat, karena dalam suatu kesempatan lainnya, Nabi SAW pernah
bersabda, “Kalian lebih tahu (daripada aku) tentang urusan duniamu!!”
Ketika
Nabi SAW telah wafat beberapa tahun lamanya, ada sekelompok orang yang
meragukan keilmuan Ali. Sebagian riwayat menyebutkan, mereka itu dari kaum
Khawarij, satu kelompok yang mendukung Ali bin Abi Thalib ketika terjadi
pertentangan dengan Muawiyah. Tetapi ketika Ali ‘mengikhlaskan’ melepas jabatan
khalifah, karena sebenarnya memang tidak berambisi, demi untuk persatuan umat
Islam saat itu, kaum Khawarij itu berbalik melawan dan menentang Ali. Kaum
Khawarij ini banyak penyimpangannya sehingga sebagian besar ulama menganggap
sebagai kelompok yang sesat.
Mereka ini
bermusyawarah dan memutuskan akan mengirim sepuluh orang dengan masalah
(pertanyaan) yang sama. Jika Ali memberikan jawaban yang sama walau dengan
pertanyaan yang sama, maka sebenarnya Ali ‘tidak pantas’ menyandang gelar
sebagai pintunya ilmu sebagaimana disabdakan Nabi SAW. Orang pertama datang
menghadap Ali dan berkata, “Wahai Imam Ali, manakah yang lebih utama, ilmu atau
harta??”
“Ilmu” Kata Ali.
“Mengapa ilmu
lebih utama??” Katanya.
Maka Ali
berkata, “Sesungguhnya ilmu itu warisan para Nabi, sedangkan harta itu warisan dari
Qarun, Fir’aun, Hammam, Syaddad dan lain-lainnya!!”
Orang pertama
itu membenarkan dan berlalu pulang. Tentu saja jawaban Ali tersebut bersifat
umum, karena ada juga orang yang diberikan kelimpahan harta, dan bisa
memanfaatkan dengan baik untuk kemanfaatan hidupnya sesudah mati, baik di alam
kubur, terlebih lagi di alam akhirat. Misalnya saja Ummul Mukminin Khadijah RA,
Abu Bakar ash Shiddiq, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Aus, Qais bin Sa’d bin
Ubadah, dan beberapa sahabat lainnya. Intinya, jika harta itu berada di tangan
orang yang dermawan dan sangat perduli pada kaum fakir miskin, maka kedudukan
harta tidak kalah utamanya dibandingkan ilmu.
Orang ke dua
datang menghadap Ali dengan pertanyaan yang sama, dan Ali menyatakan ilmu lebih
utama daripada harta. Tetapi ia menyampaikan alasan yang berbeda, “Ilmu akan
menjagamu, sedangkan harta, engkau yang harus menjaganya!!”
Orang itu
membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang
menyuruhnya.
Ketika orang ke tiga
datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula,
kemudian ia menyampaikan alasannya, “Pemilik ilmu banyak sekali sahabatnya (dan
murid-muridnya), sedang pemilik harta akan banyak sekali musuhnya (dan orang
yang bermanis muka hanya untuk memperoleh pemberiannya, walau mungkin di dalam
hati membencinya)!!”
Orang itu
membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang
menyuruhnya.
Ketika orang ke empat
datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula,
kemudian ia menyampaikan alasannya, “Ilmu akan bertambah jika engkau gunakan,
sedangkan harta akan berkurang jika engkau menggunakannya!!”
Orang itu
membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang
menyuruhnya.
Ketika orang ke lima datang dengan
pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula, kemudian ia
menyampaikan alasannya, “Pemilik ilmu akan selalu dihormati dan dimuliakan
karena ilmunya, tetapi pemilik harta, akan ada saja yang memanggilnya sebagai
si pelit, karena ia tidak memperoleh bagian dan manfaat dari harta tersebut!!”
Orang itu
membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang
menyuruhnya.
Ketika orang ke
enam datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula,
kemudian ia menyampaikan alasannya, “Pemilik harta harus selalu hati-hati dan
menjaga agar tidak diambil oleh pencuri, sedang pemilik ilmu tidak perlu
menjaganya!!”
Orang itu
membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang
menyuruhnya.
Ketika orang ke tujuh
datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama pula,
kemudian ia menyampaikan alasannya, “Pada hari kiamat, pemilik harta harus
susah payah mempertanggung-jawabkan hartanya, sedangkan pemilik ilmu akan
memperoleh syafaat dari ilmu yang dimilikinya (dan diamalkannya)!!”
Orang itu
membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang
menyuruhnya.
Ketika orang ke
delapan datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama
pula, kemudian ia menyampaikan alasannya, “Jika dibiarkan dalam waktu yang
lama, harta akan menjadi aus dan rusak, sedangkan ilmu tidak akan menjadi aus
dan lenyap!!”
Orang itu
membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang
menyuruhnya.
Ketika orang ke
sembilan datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban yang sama
pula, kemudian ia menyampaikan alasannya, “Harta bisa membuat hati menjadi
keras dan akhirnya bersifat bakhil (karena terlalu cintanya kepada harta),
sedangkan ilmu akan selalu menjadi penerang dan penyejuk hati!!”
Orang itu
membenarkan Ali dan berlalu pulang, menyampaikan jawaban Ali kepada mereka yang
menyuruhnya.
Dan akhirnya
orang ke sepuluh datang dengan pertanyaan yang sama, Ali memberikan jawaban
yang sama pula, kemudian ia menyampaikan alasannya, “Pemilik ilmu akan diberi
gelar sebagai ilmuwan, sedangkan pemilik harta akan dipanggil atau digelari
Tuan Besar!!”
Tampaknya Ali
mengetahui (dengan ilham dari Allah, atau dari analisa pikirannya) niat dari
orang-orang yang datang dengan pertanyaan yang sama tersebut, dan kepada yang
terakhir datang itu, Ali berkata, “Andaikata kalian mengirim lebih banyak lagi
orang dengan pertanyaan yang sama, pastilah aku akan memberikan alasan yang
berbeda selagi aku masih hidup!!”
Memang,
keutamaan ilmu atas harta tidak sepuluh itu saja, masih banyak lagi. Misalnya,
pertanyaan akhirat (yaumul hisab) atas ilmu hanya satu, yakni apa dan bagaimana
ilmu itu diamalkan? Sedangkan atas harta ada dua, pertama darimana dan
bagaimana diperoleh harta tersebut diperoleh? Dan kedua, kemana dan bagaimana
harta tersebut diamalkan (dibelanjakan)? Misalnya lagi, ketika seseorang
meninggal, ilmu akan menemani pemiliknya hingga masuk kubur, bahkan bisa
menjadi teman dan penolongnya menghadapi malaikat, tetapi harta hanya akan
mengantarnya hingga ke pintu pemakaman, atau sampai ia diurug dengan tanah, setelah
ia akan menjadi milik ahli warisnya. Dan masih banyak lagi yang bisa dikupas
dari berbagai hadits-hadist Nabi SAW.
Setelah kembali dan menyampaikan pesan tersebut,
mereka (kaum Khawarij itu) berkhidmad kembali kepada Ali bin Abi Thalib dan
memperbaiki keislamannya dengan bimbingan beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar